BREAKING NEWS

About

Jumat, 13 Agustus 2021

IKHLAS BHAKTI BINA BANGSA BERBUDI BAWA LAKSANA (Belajar dari Nilai-Nilai Luhur Semboyan Pramuka)

IKHLAS BHAKTI BINA BANGSA BERBUDI BAWA LAKSANA,

 Belajar dari Nilai-Nilai Luhur Semboyan Pramuka


Oleh : Suprayitno, S.Pd, M.A*


Hari ini, tepat tanggal 14 Agustus 2021, bersamaan dengan hari lahir pramuka yang ke 60. Hal ini mengingatkan saya pada masa-masa dulu ketika masih aktif bergelut di dunia pramuka dengan semangat membara di bawah semboyan  “IKHLAS BHAKTI BINA BANGSA BERBUDI BAWA LAKSANA” 

Iklhas berarti murni dan suci hati dalam memberi, menyumbang, menderma yang baik dalam upaya ikut serta membina, membangun bangsa dengan jalan meluberkan, membeberkan, menumpahkan, melimpahkan budi serta kewajiban dalam melaksanakan budi serta kewajiban dalam melaksanakan daya upaya.

Adapun berbudi, bisa dimaknai dengan selalu memberikan kepada orang lain berupa budi (kebaikan) yang meliputi pemikiran, kebijakan, harta dan tenaga.

Sedangkan bawa laksana, mempunyai arti  apa yang diucapkan, dipatuhi dan dilaksanakan. Segala yang bersumber dari ucapan haruslah selaras dari hati dan dibuktikan dengan tindakan nyata.

Sejalan dengan pengabdian kita dalam dunia pendidikan, kita sebagai guru tidak lepas dari semboyan “Guru iku digugu lan ditiru” bahkan tidak asing ditelinga kita sebuah peribahasa “Guru kencing berdiri murid kencing berlari”. Fenomena saat ini yang sering terjadi di dunia pendidikan, meski ungkapan ini bukan berarti nggembyah uyah atau menganggap semuanya sama, lambat laun semboyan dan pribahasa tersebut mulai luntur dari sanubari sang pahlawan tanda tanda jasa.

Sebagai seorang yang sudah lama berkecimpung di dunia pendidikan, kerap merasakan manis getirnya sebagai seorang pendidik, seringkali saya menjumpai beberapa fakta yang membuat hati miris sehingga ingin rasanya berbagi meski dengan sebuah tulisan. 

Di era-era ini, banyak dari seorang pendidik yang hanya terobsesi oleh tunjangan atau apapun namanya. Rutinitas menerima tunjangan seperti itu menjadikannya sebagai sesuatu yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang kadang- kadang kita lupa bahwa semua itu hanya salah satu dari sedikit upah atau rezeki dari Allah lewat pengabdian kita, padahal ada yang lebih besar nikmat sebagai seorang pendidik, misalnya mempunyai keluarga yang selalu rukun, sehat, jauh dari musibah dan bala, anak anak kita menurut dan tidak durhaka, namun seringkali diabaikan dan dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Padahal semua anugerah itu tak kan pernah bisa diukur dan dibandingkan dengan materi berapapun banyaknya.

Dalam Al Qur’an surat Al Baqoroh ayat 245, Allah SWT berfirman yang artinya “Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”

Makna dari ayat di atas kurang lebih, barang siapa mau meminjami atau menginfakkan hartanya di jalan Allah dengan pinjaman yang baik berupa harta yang halal disertai niat yang ikhlas, maka Allah SWT akan melipatgandakan ganti atau balasan kepadanya dengan balasan yang banyak dan berlipat sehingga kamu akan senantiasa terpacu untuk berinfak. 

Allah SWT dengan segala kebijaksanaan-Nya akan menahan atau menyempitkan dan melapangkan rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan pada hari kebangkitan untuk mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai dengan apa yang diniatkan.

Kita sebagai guru sudah bertekad untuk meminjamkan diri tenaga dan fikiran kita demi anak bangsa tanpa pamrih apapun, insyaallah janji Allah SWT akan terwujud bila hal tersebut kita lakukan dengan ikhlas dan tulus dalam dari hati yang paling dalam. 

Energi positif ikhlas akan membuka pintu-pintu hikmah dalam kehidupan sehari-hari. Hati akan lebih mudah bermuhasabah. Menilai diri kita terlebih dahulu sebelum orang lain, lebih-lebih kita adalah seorang pendidik. Bersitan hati untuk selalu menimbang diri akan menjadi pedoman sebelum memerintahkannya pada anak didik kita, apakah sholat kita sudah istiqomah berjama’ah sebelum kita menganjurkan siswa kita berjama’ah, apakah kita sudah berbuat baik terhadap sesama sebelum mengharuskan siswa kita untuk baik dengan temannya, apakah kita sudah benar- benar dermawan sebelum menghimbau siswa kita untuk berinfaq.

Jika apa yang kita sampaikan pada siswa kita ternyata belum juga dilakukan atau siswa enggan melakukannya, maka kita harus segera intropeksi diri sehingga pepatah guru digugu lan ditiru akan benar benar terwujud. Mudah-mudahan sekelumit pepiling ini bisa kita resapi, khususnya bagi diri pribadi penulis dan pembaca pada umumnya, Semoga moment hari pramuka ke 60 ini bisa menjadi sarana muhasabah diri.


*Penulis adalah Kepala MI Ma’arif NU Islamiyah Kendal Sekaran Lamongan dan Ketua MWC NU Sekaran






 
Copyright © 2014 MI MA'ARIF NU ISLAMIYAH KENDAL. Designed by OddThemes