Oleh : Fathun Nasihin*
Dalam sebuah proses pembelajaran, sering kali seorang pendidik dihadapkan dengan berbagai macam keadaan di luar rencana pelaksanaan pembelajaran yang sudah dirancangnya. Hal ini bisa disebabkan karena daya tangkap, minat dan motivasi peserta didik yang berbeda-beda terhadap materi yang disajikan.
Pada dasarnya, seorang pendidik dikatakan berhasil dalam mengorganisir kelas manakala mampu mengakomodasi berbagai karakter anak didiknya. Seorang pendidik mutlak harus mengetahui tipe-tipe belajar anak didiknya agar dalam penyampaian materi pembelajaran dapat diserap dan ditangkap secara optimal oleh para peserta didik.
Dari pengetahuan dan catatan-catatan tentang tipe belajar itulah kemudian digunakan oleh seorang pendidik untuk merumuskan teknik dan cara yang tepat untuk menuntaskan materi pembelajarannya. Selain hal-hal tersebut, ada satu lagi cara yang bisa diaplikasikan seorang pendidik dalam upayanya memaksimalkan proses pembelajaran, yaitu menggunakan teknik asesemen formatif.
Sebelum melaksanakan asesemen formatif, seorang pendidik perlu melakukan pendekatan kepada peserta didik, hal ini dapat dilakukan dengan adanya interaksi antara seorang pendidik dengan anak didiknya, peserta didik dengan temannya atau peserta didik dengan sumber belajar yang ada.
Seorang peserta didik sebenarnya mampu menjadi guru untuk dirinya sendiri, ia pun bisa menjadi sumber belajar untuk peserta didik yang lainnya. Di sinilah kekreatifan seorang pendidik sangat dibutuhkan. Seorang pendidik harus mampu memunculkan potensi anak didiknya yang masih tersembunyi, bukan hanya tentang bagaimana cara membuat peserta didik puas dengan nilai atau angka yang didapatkannya, akan tetapi bagaimana seorang pendidik mampu untuk menjadi stimulus untuk membentuk karakter murid yang cerdas, kreatif dan berkembang.
Pada kesempatan kali ini, perkenankan saya untuk berbagi pengalaman tentang pelaksanaan asesemen formatif dalam pembelajaran mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kelas tiga di MI Islamiyah Ma’arif NU Kendal. Kebetulan materi yang saya sampaikan adalah tentang kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Kegiatan pembelajaran kami awali dengan berdo’a bersama. Kemudian dilanjutkan dengan penyampaian motivasi belajar pada para peserta didik. Saya ajak mereka untuk merenung dan menyadari pentingnya mengetahui sejarah kelahiran manusia paling sempurna di dunia yang telah membawa risalah agama paling mulia sebagai petunjuk untuk umat manusia. Peserta didik juga diberikan pemahaman jikalau materi yang akan dipelajari ini tidak hanya untuk persiapan menghadapi ujian di sekolah saja melainkan sebagai bekal pengetahuan yang wajib diketahui oleh seluruh umat islam di dunia.
Setelah peserta didik termotivasi, barulah memberikan stimulus pengantar materi dengan memutarkan film pendek peristiwa penyerangan Ka’bah oleh pasukan bergajah di layar proyektor yang ada di depan kelas. Penggunaan media audio visual ini sangatlah efektif untuk memantik rasa ketertarikan dan keingintahuan para peserta didik.
Setelah pemutaran film tersebut, saya melemparkan pertanyaan pada beberapa anak yang kemudian dijawab dengan bahasa mereka sendiri seputar peristiwa yang mengiringi kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dari asesemen formatif inilah kemudian saya mendapatkan data dari masing-masing peserta didik, sejauh mana mereka bisa menangkap point penting dari materi audio visual yang tersaji.
Tahap pembelajaran selanjutnya adalah pengembangan. Dari penuturan para peserta didik, ada yang mengembangkan jawaban dan menghubungkannya dengan rasa penasaran mereka. Salah satu contoh pertanyaan yang mereka kembangkan, ketika raja Abrahah pemimpin pasukan gajah hendak menghancurkan ka’bah, muncul sekumpulan burung Ababil yang membawa batu dan melempari Abrahah dan para pasukannya dengan kerikil dan batu panas dari neraka hingga semua pasukan merintih kesakitan hingga tewas. Dari situ muncul sebuah pertanyaan, Mengapa sekumpulan burung tersebut menyerang para pasukan gajah? Siapa yang memerintahkannya? Kerikil dan Batu sejenis apa yang dibawa oleh sekumpulan burung Ababil tersebut?
Dari rasa penasaran tersebut, saya kemudian mengajak mereka bersama-sama membaca surat Al Fiil beserta artinya. Mereka sangat antusias mengikuti karena di surat yang mempunyai arti gajah itulah mereka bisa menemukan jawaban dari rasa penasaran.
Dari sekian anak didik di kelas, pastinya tidak semua cakap dalam membaca Al Qur’an. Melalui pembacaan surat Al Fiil secara bersama-sama, saya juga mendapatkan data peserta didik, siapa saja yang sudah lancar, kurang lancar serta belum lancar dalam melafalkan Al Qur’an. Data ini saya tulis dalam catatan anekdot sehingga di lain kesempatan, saya bisa memfollow up para peserta didik yang masih butuh bimbingan dalam membaca Al Qur’an.
Setelah membaca bersama-sama, selanjutnya saya menjelaskan arti dari surat Al Fiil serta memberi keterangan tambahan sesuai dengan materi yang sedang dipelajari, yaitu tentang kelahiran Nabi Muhammad SAW. Para peserta didik pun membuka buku paketnya masing-masing.
Pada tahap akhir, untuk menjaga semangat dan atusias peserta didik agar tetap mood dalam menerima pelajaran. Saya mengaplikasikan assessment as learning yang berupa pemberian Quiz. Tekniknya, saya membagi lembar kertas HVS kosong pada semua peserta didik. Dengan alat tulis di tangan, mereka harus bisa menjawab singkat pertanyaan seputar materi yang sudah tersampaikan mulai dari awal hingga akhir tadi.
Untuk memacu semangat bersaing antar peserta didik, maka menjawabnya harus dengan cara rebutan. Bagi yang salah menjawab atau terlambat menuliskan jawaban, maka ia harus dieliminasi, artinya ia tidak boleh ikut lagi menjawab. Namun jika ada yang menjawab dengan cepat dan tepat sampai babak terakhir, maka peserta didik itulah pemenangnya. Pada akhir sesi, saya memberikan hadiah berupa bungkusan pensil 2b sebagai apresiasi terhadap prestasi peserta didik tersebut. Diharapkan dengan adanya apresiasi ini bisa membangkitkan semangat para peserta didik lain untuk berpacu dalam prestasi.
Dengan berakhirnya Quiz, maka berakhir pula proses pembelajaran. Sebelum berdo’a untuk pulang, terlebih dahulu saya memberikan refleksi berupa kesempatan bertanya tentang materi yang sudah dipelajari tadi. Di sesi ini juga para peserta didik diajak untuk jujur memberi penilaian terhadap diri dan temannya (Self and Peer Assesment), sejauh mana mereka menguasai materi pembelajaran. Cara yang paling menarik yaitu dengan tunjuk lima jari. Berikan hanya tiga jari jika masih kurang memahami materi, empat jari jika sudah faham tetapi masih ada yang kurang, dan tunjuklah lima jari jika sudah benar-benar faham dengan semua materi. Dari sini juga, saya bisa mengukur sejauh mana tingkat keberhasilan penyampaian materi untuk menjadi acuan pada pertemuan selanjutnya.
Setelah tahap refleksi, saya memberikan motivasi agar para peserta didik tetap bersemangat belajar baik di sekolah maupun di rumah.Setelah itu mengajak para peserta didik untuk berdo’a mengakhiri pembelajaran.
Demikian praktik baik asesemen formatif yang saya terapkan pada pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kelas tiga. Ternyata dengan pengaplikasian asesemen formatif, peserta didik lebih bisa menyerap materi pembelajaran dengan lebih mudah dan tentu saja dengan perasaan riang dan semangat.
*Penulis adalah salah satu pendidik di MI Ma’arif NU Islamiyah
Kendal , Alumni Wardah Inspiring Teacher 2021 ( WIT 21 ), Jaringan Penggerak Pendidikan Semua Murid Semua Guru ( SMSG ) , Anggota Jaringan Sekolah & Madrasah Merdeka Belajar ( JSMB ), Komunitas Guru Belajar Nusantara ( KGBN ), serta Pegiat Read Aloud lamongan.