Pada awalnya saya kira
menjadi guru PAUD itu sangat mudah, banyak orang berpikir guru paud hanya mengajarkan
tentang bernyanyi dan bertepuk saja. awal tahun 2010 menjadi awal saya diberi
tanggung jawab menjadi kepala PAUD. Apapun lembaga itu pastilah tidak terlepas
dari sebuah administrasi lembaga yang wajib kita kerjakan sesuai tuntutan dari
atas, tapi ternyata di balik itu semua tujuan pendidikanlah yang paling
penting.
Saat diberikan amanah untuk menjadi kepala sekolah, lembaga saya tidak mempunyai apa-apa, entah itu dari segi administrasi maupun inventaris (alat peraga) anak-anak PAUD. Bingung dan sedih pastinya, karena kita dituntut mengajarkan calistung ke anak tanpa ada kegiatan bermain yang menyenangkan untuk anak-anak.
Saya merasa sendiri ketika ingin melakukan perubahan, karena bukan dukungan yang saya dapat melainkan ketidakpercayaan teman-teman tentang apa yang ingin saya capai. Mereka berfikir saya hanya mencari sensasi saja dan hanya membuang-buang tenaga untuk hal-hal yang tidak perlu dilakukan. Padahal dengan tanggung jawab yang sudah diberikan kepada saya ini, saya ingin mewujudkan pembelajaran yang merdeka untuk anak-anak dan anak-anak bisa mengeksplorasi dirinya tanpa harus kita menjadikan mereka robot.
Saya mencoba melakukan pembelajaran yang memerdekakan anak dengan memberikan pilihan permainan untuk anak. namun di sinilah saya mengalami tantangan dan juga hambatan. Tantangan yang saya hadapi adalah pendanaan untuk kegiatan PAUD yang tidak terakomodir dengan baik, ditambah masih banyak orang tua yang belum sadar akan pentingnya pendidikan. Mereka maunya sekolah itu gratis, anak hanya cukup diajari calistung tanpa ada kegiatan bermain yang bermakna pada anak.
Hal itu juga terjadi kepada guru-guru teman sejawat saya di dalam sekolah itu, mereka berfikir anak cukup diajari menyanyi, membaca, menulis dan juga doa-doa saja, tidak perlu repot-repot menyiapkan permainan yang hanya menghabiskan waktu, tenaga dan juga dana. Dan hambatan yang saya hadapi adalah Mereka para guru tidak mau bersusah payah untuk memberikan pembelajaran melaui bermain yang bermakna kepada anak, yang difikirkan mereka hanya berangkat ngajar dan pulang tanpa ada evaluasi dan juga refleksi dari kegiatan belajar mengajar.
Berangkat dari tantangan itu saya mencoba untuk mencari cara bagaimana bisa merubah mindset guru dan orangtua agar bisa peduli dengan pendidikan. Awal yang saya lakukan adalah mengadakan kegiatan parenting untuk orangtua, kegiatan tersebut saya datangkan narasumber dari ketua organisasi Himpaudi. Meski acara sederhana, namun kegiatan itu mulai membuka kesadaran orangtua.
Tidak berhenti disana saya mencari cara lain bagaimana melibatkan orangtua dalam kegiatan anak-anak di sekolah. Saya mulai mengadakan kegiatan di luar sekolah yang membutuhkan pendampingan orang tua dalam kegiatannya. Tidak perlu jauh-jauh ke tempat wisata, saya hanya memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar desa. Banyak potensi alam dan juga tempat-tempat umum yang bisa dikunjungi untuk kegiatan outdoor antara lain kantor desa, puskesmas, pasar, sawah, tempat ibadah dan juga bendungan gerak yang dimiliki pemerintah (BUMN) untuk tempat belajar anak,
Manfaat kegiatan outdoor ini sangatlah banyak yaitu mengembangkan 6 aspek perkembangan anak (NAM, kognitif, sosial emosional,fisik motorik,bahasa dan seni) juga memanusiakan hubungan antara anak, orangtua dan guru dengan kegiatan outdoor dipastikan anak memberdayakan konteks yang ada yaitu mengetahui manfaat tempat-tempat umum sehingga anak bisa membangun keberlanjutan menciptakan suatu hasil karya.
Untuk awal kegiatan banyak orang tua mengeluh karena anaknya hanya diajak bermain saja tanpa diajarkan menulis dan membaca. Namun, ketika melihat antusias anak dalam kegiatan orang tua mulai sadar bahwa mengajarkan membaca dan menulis pada anak tidak hanya melalui buku dan harus duduk di dalam ruang kelas.
Seperti contoh kegiatan menanam padi di sawah banyak sekali pelajaran dan pengalaman yang bisa dirasakan anak-anak ketika berada di sawah bermain air, tanah dan tanaman. Anak mulai mengenal apa itu arti kerjasama, anak mulai menyadari pentingnya menanam padi dan tumbuhan-tumbuhan lain, anak menyadari agar tidak membuang-buang nasi ketika makan karena menanam padi itu membutuhkan proses yang panjang hingga bisa menjadi sesuap nasi.
Selain itu anak tetap bisa bermain dengan ceria seperti bermain air di sawah, mandi di sungai dan juga makan bersama di pinggir sawah seperti yang dilakukan para petani. Aksi yang selanjutnya saya lakukan adalah bekerjasama dengan pemerintahan desa, di sini saya mengenalkan anak tentang bagaimana kita mengenal desa kita dengan cara berkunjung ke balai desa dan tempat-tempat umum lainnya. Bersyukur karena kepala desa beserta perangkat menyambut baik setiap kegiatan yang saya laksanakan, bahkan ibu kepala desa dengan bahagianya memberikan dukungan baik moril maupun materiil.
Mencari cara agar menumbuhkan kesadaran dalam pendidikan tidak hanya saya fokuskan kepada orangtua saja. yang lebih penting di sini adalah bagaimana mengajak teman sejawat kita untuk bersinergi bersama mewujudkan visi dan misi serta tujuan pembelajaran, tidak mudah ketika memberikan pengertian tentang pembelajaran yang bermakna kepada anak. langkah awal yang saya lakukan adalah mengikutkan diklat teman-teman guru agar lebih memahami bagaimana pembelajaran pada anak usia dini sebenarnya. Bukan lagi kita memerintah anak sebagai robot yang hanya melakukan perintah yang diberikan oleh guru, tapi bagaimana kita sebagai guru bisa mengerti apa yang diingkan oleh anak, Memberikan dukungan serta fasilitas yang nantinya akan digunakan anak untuk berpikir kritis.
Awal guru-guru memang sangat berat melakukan itu semua, namun seiring berjalannya waktu guru-guru mulai sadar penting pembelajaran bermain yang bermakna pada anak meski sebenarnya masih jauh dari harapan, paling tidak guru-guru tersebut mau mendukung program yang sudah saya rencanakan. Saya melibatkan banyak teman dan juga organisasi guna menfasilitasi guru-guru agar semangat dalam pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan untuk anak.
Pelajaran yang bisa diambil dari rencana yang sudah saya lakukan adalah orangtua mulai sadar pentingnya penanaman karakter pada anak melalui kegiatan bermain yang menyenangkan. Kata ibu Ita septia Purnamasari orag tua dari Ananda zaza senang sekali di desa ada pembelajaran yang menyenangkan bisa memberikan fasilitas sesuai dengan kebutuhan anak, dan tidak harus jauh-jauh sekolah di kota karena di desa potensi alam yang bisa dimanfaatkan lebih luas dan bermakna.
Begitu dengan ibu Ririn Juliati yang dulunya pernah tinggal di Jakarta sangat senang sekali ketika ada sekolah di desa yang kegiatan pembelajarannya melibatkan orangtua di dalamnya untuk turut andil mengawasi dan membersamai anak dalam kegiatan pembelajaran yang bermakna. Ada pula beberapa guru dari luar desa yang terinspirasi memanfaatkan alam sekitar untuk kegiatan pembelajaran anak, dan tak ketinggalan apresiasi diberikan oleh pihak pemerintahan desa karena mengajarkan anak tentang budaya lokal dan kolaborasi dengan berbagai banyak mitra yang berada di desa. Strategi ini masih banyak kekurangannya baik dalam segi kemampuan professional guru maupun daya dukung yang ada di lembaga. Kita masih butuh menyeleraskan visi dan tujuan lembaga bersama para komite, orangtua, dinas terkait dan juga organisasi mitra.
*Penulis adalah seorang Praktisi PAUD , Penggerak Jaringan Sekolah & Madrasah Merdeka Belajar ( JSMB ), Penggerak Komunitas Guru Belajar Nusantara ( KGBN ) Serta Pegiat Read Aloud Lamongan
Posting Komentar